Hipnoterapis Naik Haji
- Admin
- Apr 2, 2018
- 4 min read

Walau masih beberapa bulan kedepan, Idul Adha merupakan salah satu hari besar yang dinantikan umat Islam selain Idul Fitri. Pada saatnya nanti, umat Islam yang lain berkumpul di Mekkah dan Madinah melaksanakan ibadah haji. Sebuah ibadah tahunan umat Islam dalam rangka melaksanakan rukun Islam yang kelima.
Hampir semua umat Islam diseluruh dunia ingin sekali melaksanakan haji. Namun apa daya, tidak semua bisa menginginkan itu karena faktor terbatasnya lokasi untuk menampung jemaah haji. Diberlakukannya sistem kuota membuat jamaah harus bersabar dan menunggu giliran melaksanakan ibadah haji.
Apa yang bikin orang ingin haji?
Dengan berangkat haji, Anda mendapat kesempatan untuk melihat dan salat didepan Kabbah, sebagai pusat kiblat ibadah salat umat Islam dari dekat. Tak hanya sebagai kiblat salat, Kabbah juga menjadi magnet tersendiri bagi umat Islam untuk datang kesana.
Dalam ibadah haji ada beberapa rangkaian yang harus dilakukan oleh umat Islam dan hukumnya wajib. Seperti Wukuf, Tawaf, melempar Jumrah dan Sa’i. Setiap tahapan itu punya makna dan arti yang berbeda-beda tapi berkaitan satu sama lain.
Pertanyaan iseng muncul, apakah jemaah haji bisa melaksanakan rangkaian haji dengan benar, mendapat setiap esensinya dan bisa diterapkan di kehidupan ketika kembali ke negaranya? Ibaratnya, apa yang ingin didapat dari mengikuti ibadah haji, dan hal yang didapat itu konkrit alias berupa tindakan nyata.
Jika berandai-andai, apa jadinya kalau hipnoterapis naik haji? Mungkin Anda akan memahami makna nyata dari setiap tahapan kegiatan haji. Ini mungkin saja. Karena hipnoterapi belajar dan memahami tentang pikiran, tindakan dan perasaan baik ke diri sendiri atau orang lain.
Bagaimana memaknai setiap tahapan kegiatan haji memakai metode Hipnoterapi? Dimulai dari Wukuf di Padang Arafah yang dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Di Padang Arafah semua jamaah haji berkumpul akan berdiam diri dan melakukan zikir bersama-sama.
Di ranah Hipnoterapi, diam tidak berarti pikiran kosong tapi kondisi sedang fokus tinggi. Apalagi ketika melakukan zikir. Dua hal itu kemudian membuat pikiran jadi flashback ke pengalaman-pengalaman di masa lalu, dimana pasti ada hal buruk yang pernah terjadi. Disaat itu lah dilakukan Forgiveness Therapy, dalam istilah Hipnoterapi yang berarti metode untuk memaafkan hal-hal buruk yang terjadi di masa lalu. Plus ada zikir yang dilafalkan, berarti hal buruk itu sepenuhnya diikhlaskan untuk dimaafkan atas izin Allah.
Selesai melakukan Wukuf, jamaah haji bersiap melakukan lempar Jumrah. Tahap ini dimana semua jamaah haji melempar batu di Aqabah yang dikumpulkan sebelumnya ketika mereka bermalam di Mudzalifah dan Mina. Di gambarkan, ketika melemparkan Jumrah, jamaah seperti melempar batu seperti kisah nabi Ibrahim ketika mengusir setan dengan melempar batu.
Tapi apakah esensi dari tahapan itu? Di Hipnoterapi ada metode Collapsing Anchor, sebuah metode untuk merubuhkan hambatan-hambatan dalam diri manusia. Istilah kerennya mental block. Bagaimana cara mempraktekkan metode itu? Ketika bersiap-siap melempar batu, anggap saja batu itu adalah mental block dalam diri manusia yang siap untuk dilempar alias dibuang dari dalam diri. Saat membuang batunya, seolah-seolah tapi dianggap nyata sedang merubuhkan mental block dalam diri.
Selanjutnya adalah prosesi Tawaf dan Sa’i. Ini adalah pengalaman sewaktu ibadah Umrah. Bagaimana dengan Tawaf? Oke lah Tawaf dilakukan dengan mengelilingi Kabah selama tujuh kali melawan arah jarum jam disertai dengan bacaan atau lafalnya. Tapi dengan melakukan Tawaf apa manfaatnya untuk diri Anda? Kalau hanya sekedar memutari saja Anda tidak perlu jauh-jauh ke Mekkah untuk melakukan itu.
Yang dilakukan saat Tawaf ,memfokuskan hanya ke diri sendiri. Caranya ketika melafalkan bacaan Tawaf diri sendiri lah yang menentukan kapan itu dimulai serta melafalkannya dengan intonasi kecil. Hasilnya, suara orang-orang disekeliling menjadi mengecil. Di Hipnoterapi ini disebut sebagai Self Focus. Padahal kondisi saat itu sedang ramai oleh orang-orang yang sedang melakukan Tawaf juga.
Di sini mendapat hikmah bahwa ketika yakin dengan diri sendiri, maka tidak penting untuk mendengarkan suara-suara disekeliling. Terutama suara-suara yang tidak sependapat dengan diri sendiri. Disini lah pentingnya menjadi diri sendiri. Maksudnya hanya mendengarkan suara dari diri sendiri, alias hati nurani sendiri.
Setelah melakukan Tawaf, rangkaian ibadah Umrah berlanjut ke Sa’i. Dimana melakukan lari-lari kecil diantara bukit Safa dan Marwah selama tujuh kali. Ditambah pula ketika proses Sai dan sampai dikedua bukit tadi ada doa yang harus dilafalkan. Seperti semua orang tahu, bahwa proses Sai adalah napak tilas dari Siti Hajar yang berlari diantara kedua bukit itu mencari air untuk anaknya, Ismail yang kehausan.
Ada hal menarik yang didapat saat melakukan Sai. Di Umrah yang pertama, proses Sai lakukan secara santai namun fokus, tanpa terasa sudah melakukan Sa’i selama tujuh kali. Namun hal berbeda ketika Umrah kedua, dimana dilakukan terburu-buru dan apa yang dirasakan sangat lama sekali prosesnya serta mengalami kelupaan menghitung berapa kali sudah melakukannya. Dari situ bisa disimpulkan bahwa pentingnya kesabaran dalam menjalani sebuah proses. Dan yang terpenting adalah yakin bisa dilakukan tanpa harus menjadi beban bagi diri sendiri serta tidak terpengaruh oleh orang lain yang sudah selesai melakukan Sa’i.
Terlepas dari semua tahapan prosesi haji, entah ibadah Umrah, berkurban dan haji sendiri mengajarkan keikhlasan dari dalam diri. Sebuah hal yang sangat mudah diucapkan namun sulit untuk dilakukan. Lalu caranya supaya bisa ikhlas bagaimana? Ya dengan melalukan tahapan yang ada di haji atau Umrah minimal jika belum bisa mendapat kesempatan melaksanakan haji. Karena di dua prosesi itu merupakan tempat latihan yang sangat pas untuk memperkuat perasaan ikhlas di dalam diri.
Tabik
コメント